Value Kita di Hadapan Allah
Qita punya Allah...
Entah kenapa ahir2 ini sedang sensitif... sedikit2 gak enak ngomong...
manusia ternyata memang mempunyai banyak sekali penyakit hati...
berangkat dari sebuah permasalahan.. ada orang yang menonjol.. kenapa dengan kelebihannya lalu banyak orang appreciate..
sedangkan orang yang tidak memiliki kelebihan seakan hilang ditelan masa..
Permasalahannya bukan pada stategi hidup saat ini, ketika kebanyakan kita dituntut untuk bisa menokohkah diri kita sendiri.. tapi siapapun orang nya sehebat apapun, secerdas apapun... akan ada masanya ketika ia merasa "unvaluable" karena manusia tidak ada yang sempurna.. akan selalu ada kompetisi di dalam hubungannya baik disengaja atau tidak.. karena setiap orang ingin selalu merasa dihargai "from time to time".. oleh sebab itu ada istilah psikologi ''post power syndrome" bagi orang2 yang sudah seharusnya lengser tapi merasa masih punya kewenangan untuk ikut campur..
kita tidak sedang bicara tentang tanggung jawab.. namun lebih dari itu.. kadang permasalahan interpersonal dan mungkin nafsu manusia yang tidak akan pernah "satisfied" entah kompetisi menuju kebaikan atau kompetisi buruk yang berkedok baik..
Well we never know, karena most of it urusan hati masing2 dan kita tidak bisa membaca hati kan??? kita membaca perilaku manusia dan kita mersakan aura hati.. right??
Manusia tidak diciptakan sempurna oleh karena itu semakin jauh kita dalam perjalanan hidup kita, tingkat kompetisinya makin tinggi.. di SD rangking 1 sekelas, setelah SMP jadi rangking 5 sesekolah, SMA jadi peringkat 8 di kelas, berhasil masuk ITB tapi IPK semster awal jeblok, baru bisa diperbaiki setealah mau lulus, itupun lebih dari 4 tahun.. ini hanya contoh yang lain bahwa hidup adalah kompetitif.. akan selalu ada sesuatu yang membuat kita harus selalu meningkatkan "value" kita.. karena seperti kurs mata uang, value kita akan naik atau turun, depend on bagaimana kita memepertahankannya atau bisa jadi depend on orang2 di sekitar kita..
contoh: kita merasa diri kita gak cantik, kulit coklat nggak tinggi... soalnya temen2 main kita kebanyakan kulit putih and tinggi2.. ketika kita pindah ke lingkungan yang kebanyakan anak2nya kulit hitam and jarang mandi.. sudah pasti kita jadi putri disana... walau tipis paling tidak kita akan bersyukur ternyata kita memiliki kelebihan..
Nah contoh ini lain lagi, udah ngerasa cantik kok gak ada yang ngelamar2 yah.. kok malah yang lebih hitam dari dia yang nikah duluuan.. oh ternyata karena dia hafalannya lebih banyak, lebih pinter (menurut kita pribadi- karena gak tabayun)... ahirnya dia berusaha meningkatkan "value" di bidang yang itu.. lebih tekun belajar.. lebih suka ngapal daripada main.. dan berusaha menambah value lagi dengan menjadi alim... jama'ah ke masjid... Wow.. untuk meningkatkan value
tipis yah.. tapi itulah gambaran sebagian besar kita terutama saya.... banyak hal yang kita lakukan dan hal itu adalah hal yang baik tapi orientasi kita kadang tidak seimbang antara mencuri perhatian Allah dan perhatian manusia kadang 20:80 kadang 30:70 atau 50:50.. padahal yang seharusnya 100:0...
Kalau usaha yang dilakukan untuk meningkatkan "value" tadi tidak juga berhasil bagaimana?? karena itulah juga yang terjadi di masyarakat sosial kita... melihat orang dari valuenya.. manusiawi kok.. karena every person have value.. tapi masyarakat kadang salah melihat value.. orang baik pastinya valuenya jauh lebih baik dari pencuri.. tapi apa kita juga bisa memastikan bahwa cara kita memandang value sama dengan pandangan Allah?? kalo membandingkan value pencuri saja harus hati2 apalagi value orang – orang yang kelihatannya baik... tapi ya memang itulah syetan... masuk dari mana saja, mengusik hati siapa saja,... menggoyangkan hati.. melihat jadi tak jeli
Balik ke persoalan tidak berhasil meningkatkan value.. alhasil ia akan merasa lonely.. he didn't get the attention that he wanted... padahal dunia disekitarnya sibuknya minta ampun ia tidak merasa dilibatkan, contoh : hanya gara-gara suka terima jadi dalam memutuskan sebuah kegiatan,.. bukan yang ikut ngonsep.. padahal selama ini ia merasa memiliki konsep bagus.. kenapa ia tidak dimintai pertimbangan sich.. I’m part of team, adanya langsung bilang "gini lo.. aku tadi dah diskusi ma X.. nanti kita gini2 ya..."… wah-wah ini kerja team sepakbola atau tim tenis sich??? kalo sepak bola , saya bisa pegang peran paling tidak sama2 merasakan bola, kalo tim tenis, saya terima jadi yang ngambil bola...
Beberapa contoh kasus diatas, yang dapat diambil pelajaran kalau kita tidak tangguh, kita dapat terjebak dalam permasalahan hati yang bisa membuat amal kita menjadi tidak maksimal, tidak efekttif begitupun pahalanya....
ketika kita harus jadi tukang ambil bola, dimana jauh dihati kita tau bahwa kita sebenernya bisa jadi pemainnya bahkan salah seorang pemain yang sekarang berlaga, belajar teknik dari kita.. dan ketika semua orang mengelu-elukan keberhasilan tim kita ini, Namun ketika kita menjadi pemain utama, bermain dengan gaya yang sama, semangat yang sama, ternyata tim tidak memperoleh kemenangan.. kita akan merasa seperti looser... ga’ punya value.. dihadapan manusia tentunya....
Padahal apakah untuk mencari value di hadapan manusia saja kita itu hidup di dunia…. Walaupun kita sangat tau (tak perlu memungkiri) mendapatkan tempat di hadapan manusia (baca: pengakuan sosial) entah karena uang, barang, ilmu, ataupun fisik adalah hal yang sangat sulit untuk dienyahkan
Kepada siapakah kita mengadu..?? pada Allah.. tumpahkan segala keluh kesahmu.. tumpahkan segala kesalmu... diantara ratusan orang yang mengabaikanmu.. Allah tak pernah jauh untuk memeperhatika segala gerak-gerikmu... kenapa kita harus merasa kalah.. kenapa juwita harus kesal pada arya dan desi... kenapa si biasa2 saja harus iri pada yang cantik dan pintar.... kenapa?? kalo kita punya Allah.... Allah is enough for you and me..... sedihlah dirimu.. kalahlah dirimu... kesallah dirimu kalo kamu tidak merasa memiliki Allah...
Dan karena kau memiliki Allah, maka akan kau temukan pemaknaan lain dari value tersebut.. memaknai value di hadapan manusia dengan cara yang berbeda, mamaknai bukan dengan nafsu ataupun ambisi pribadi, namun…… silahkan jawab sendiri
Sebuah kontemplasi di bulan Maret 2008, saat itu hatiku sumpek